“Sound Horek Diharamkan? Dentuman Subwoofer yang Mengguncang Moral, Kesehatan, dan Ketertiban!”

INFOTAIMENT

Muchlish

7/24/20252 min read

Surabaya, Jawa Timur — Suara dentuman mengguncang tanah, kaca bergetar, genteng roboh, dan tubuh ikut melayang oleh gelombang bass. Fenomena ini bukan gempa bumi. Ini adalah Sound Horek, hiburan rakyat yang kini jadi polemik nasional — antara budaya, bisnis, dan ancaman kesehatan.

Sound Horek, atau secara harfiah berarti "suara bergetar" dalam Bahasa Jawa, bukan sekadar sound system. Ia adalah kendaraan truk berisikan subwoofer raksasa yang menyalakan musik dengan volume ekstrem, sering mencapai 135 desibel, cukup untuk menyebabkan ketulian permanen.

📛 MUI: Haram! Tapi Bukan Alatnya, Melainkan Cara Pakainya

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap Sound Horek. Bukan karena musiknya. Bukan pula karena alatnya. Melainkan karena cara penggunaannya: terlalu keras, terlalu dekat dengan pemukiman, dan terlalu sering mengganggu warga.

Laporan warga menyebutkan, selain mengganggu tidur, dentuman Sound Horek membuat mereka mual, sakit kepala, hingga kaca rumah pecah. Di beberapa tempat, genteng berjatuhan, dan anak-anak ketakutan. Bahkan dokter THT, dr. Fikri Mirza Putranto, menyatakan bahwa dampak suara ini secara medis membahayakan sistem keseimbangan manusia.

Namun, MUI memberikan jalan tengah. Haram bukan berarti pelarangan total. Tapi pengaturan: soal tempat, waktu, dan volume. Sound Horek tidak dilarang asal tidak membahayakan.

💸 Pengusaha: Jangan Haramkan, Kami Hidup dari Ini!

Mas David, salah satu pengusaha Sound Horek, menolak jika fenomena ini sepenuhnya disalahkan. “Kami hanya sediakan alat, bukan penari. Kami hibur warga desa. Ini hiburan rakyat, bukan pesta elit,” ujarnya.

Menurutnya, satu acara Sound Horek bisa menghasilkan 20-35 juta rupiah dalam dua hari, dan seringkali hasilnya digunakan untuk pembangunan masjid, santunan anak yatim, hingga beli ambulans.

Keluhan soal volume? “Kalau kecil, warga nggak mau bayar. Mereka maunya getar. Kalau nggak horek, bukan Sound Horek namanya,” jawabnya lugas.

Namun ia mengakui, perlu adanya regulasi jarak dan sosialisasi. Banyak kerusakan terjadi karena panitia tidak memahami jarak aman dari dentuman ekstrem ini.

🎭 Budayawan: Kalau Sound Horek Haram, Azan dan Kampanye Juga Harus Diatur

Budayawan Sujiwo Tejo ikut bersuara lantang. Ia menyebut, jika alasan utama fatwa haram adalah gangguan suara, maka harusnya polusi suara lain juga ditertibkan — seperti toa masjid yang pecah dan speaker kampanye yang gaduh.

“Sound Horek adalah ekspresi budaya desa. Jangan dibunuh hanya karena tidak cocok dengan standar kota,” ujar Sujiwo. Ia bahkan mendorong kata “horek” masuk ke KBBI sebagai warisan budaya akustik lokal.

🧠 Ahli Medis: Sound Horek Bisa Bikin Tuli dan Goyang!

Dokter spesialis THT, dr. Fikri, menyebut bahwa suara keras yang konstan seperti ini bisa menyebabkan tinnitus permanen, yaitu denging telinga yang tak kunjung reda. “Ini bahaya yang tidak terlihat. Pendengaran rusak bukan seketika, tapi akumulatif,” jelasnya.

Bahkan, katanya, suara keras juga merusak sistem vestibular (keseimbangan). “Kenapa orang goyang saat Sound Horek? Karena pusat keseimbangannya terguncang,” tambahnya.

Solusinya? Jarak minimal dari sumber suara harus 2 kilometer untuk level 130+ desibel.

🧑‍⚖️ Pemerintah: Regulasi Akan Dibentuk, Fatwa MUI Jadi Rujukan Moral

Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, menyatakan bahwa pemerintah daerah akan berkoordinasi dengan Kepolisian, KLHK, dan Kemenkes untuk membentuk regulasi yang tepat. “Bukan soal haram atau tidak, tapi bagaimana kita menjaga ketertiban dan tetap menghormati budaya lokal,” ujarnya.

Pemerintah juga akan menyiapkan prototipe acara Sound Horek yang aman dan taat aturan, sebagai percontohan hiburan desa berbasis teknologi namun tidak merusak.

📌 Kesimpulan: Dentum Budaya yang Harus Diatur, Bukan Dibungkam

Sound Horek telah menjadi simbol tarik-ulur antara budaya dan kebisingan, tradisi dan kesehatan, hiburan dan ketertiban. Suaranya terlalu besar untuk diabaikan, tetapi juga terlalu kuat untuk dibiarkan liar.

Seperti disimpulkan oleh banyak tokoh dalam diskusi TVOne, yang perlu diatur bukan gemanya, tapi tempat dan waktunya. Karena di tengah dentuman Sound Horek, terselip suara rakyat yang butuh dihibur — tapi juga suara warga yang butuh ketenangan.

Sumber utama:
📺 Diskusi “Sound Horek Diharamkan?” - TVOne News, YouTube
Tautan: https://www.youtube.com/watch?v=ccGz4dd13Jg

Related Stories